Kasus Pungli Dan Kekerasan Di Pasar Winenet, Ini Fakta Persidangannya

BITUNG,NyiurPOST.COM – Sidang Kasus Pidana dengan terdakwa Kasim Harun alias Aba (60) yang keseharian bekerja kepada keluarga C.T. Sompotan dipasar Winenet kota Bitung sebagai pedagang, tukang parkir dan pembersih pasar Winenet yang ditahan di Polres Bitung atas dugaan pungutan liar dan kekerasan, terus bergulir di pengadilan Negeri Bitung dengan nomor perkara nomor 137/pid.b/2021/pn.bit dikenakan pasal 368 ancaman 9 tahun penjara.
Dalam sidang, keterangan para saksi mengagetkan. pasalnya, saksi Meydi Maling alias Edot, mengatakan, pada saat penangkapan, terdakwa sedang duduk ditempat jualan sayuran dan tidak melakukan pungutan liar atau kekerasan seperti yang disampaikan dalam BAP polisi.
“Saya melihat Aba Kasim sementara duduk ditempat sayur kemudian ditangkap Polisi. lalu Loura dijemput dari dalam pasar. Dan ada satu polisi berpakaian biasa (Tidak pakai seragam) juga menangkap saya. “Ini juga ikut,ikut (mengeja kata polisi saat itu) kata polisi itu saat tangkap saya” ucap Meydi saat sidang di pengadilan negeri Bitung, Senin (15/11/2021).
Saksi juga memberi keterangan saat penangkapan tidak tahu kenapa mereka ditangkap. Nanti diketahui setelah mendapat penjelasan ketika tiba di kantor Polres Bitung.
Pada sidang ini, Meydi menyaksikan bahwa terdakwa tidak pernah melakukan kekerasan hanya terima bayaran parkir mobil. “Sudah 2 tahun saya di pasar Winenet tidak pernah melihat aba Kasim (Terdakwa) melakukan kekerasan,” ujarnya.
Dari keterangannya, kadang, para pedagang yang berkeinginan untuk memberi karena mereka merasa kasihan keadaan pak Kasim sering membersihkan tempat mereka berdagang.
Dalam sidang ini, saksi Meydi juga mengatakan, saat penangkapan pak Kasim sempat ingin menunjukkan surat bukti kepemilikan lahan kompleks pasar Winenet tapi ditolak Kasatreskrim Bitung. “Pak Kasim mau tunjukan surat kepemilikan kepada Kasat saat penangkapan waktu itu, cuma kasat tolak.”kita nimau tau itu (saya tidak mau tahu hal itu), kasat bilang (kata kasat),” tuturnya.
Dalam penjelasan terkait karcis oleh jaksa Natalia Katimpali,SH, Meydi mengatakan, karcis dibuat oleh pemilik lahan (CT Sompotan) hasilnya dibagi dengan teman-teman dan kepada pemilik lahan hanya disetor 20 ribu/bulan.
Meydi juga mengatakan, selama proses BAP yang dilakukan pihak berwajib tidak pernah menanyakan kalau ada bantuan hukum kepada terdakwa Kasim karena mereka diperiksa secara bersama-sama. “Tidak ada,” kata Edot sapaan akrab Meydi.
Hakim Ketua Majelis Paula Roringpandey menanyakan kepada saksi apakah pernah ada sosialisasi dari Perumda Bitung, Meydi mengatakan tidak tahu. Tetapi dikatakannya, sosialisasi dilakukan setelah peristiwa penangkapan saat itu. “Sosialisasi nanti setelah penangkapan. Itu pun dari mulut ke mulut,” jawabnya.
Sebelum sidang ditutup, kuasa hukum terdakwa meminta hadirkan penyidik dalam sidang tapi ditolak jaksa Natalia. Kuasa hukum juga meminta kepada hakim agar memberikan penangguhan penahanan kepada terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sakit, juga ditolak majelis hakim.
Sidang saksi kasus perkara pidana terdakwa Kasim Harun perkara nomor 137 pid.b/ 2021/pn/bit dipimpin Hakim ketua Paula Rorimpandey, SH. MH didampingi 2 hakim anggota, dihadiri Jaksa Natalia Katimpali, SH dan Kuasa Hukum terdakwa Welly Sompie, SH, Novri lelet, SH, Sartika Sasmi Ticoalu, SH, Marsel Rengkung, SH, Jemmy Tewu, SH.MH.
Usai sidang, sangat mengejutkan juga keterangan Kuasa hukum Welly Sompie SH mengatakan, pada sidang sebelumnya (8/11/2021) kesaksian dari salah satu saksi atas nama Markus Hengkeng bahwa polisi salah menangkap orang. Padahal, Kasus pungli dan kekerasan hingga terjadi penangkapan kepada terdakwa Kasim Harun berdasarkan laporan dari Markus Hengkeng. Keterangan Markus dalam sidang, bahwa yang dilihatnya saat melakukan pugli adalah orang lain yang juga punya sapaan yang sama dengan Kasim yakni “Aba” bukan terdakwa Kasim Harun.
“Keterangan saksi Markus Hengkeng dan meidy Maling alias edot di muka sidang pengadilan sangat jauh berbeda dengan keterangannya di BAP. Sehingga alasan yg dikemukakan oleh JPU dalam surat dakwaannya sangat berbeda jauh dengan keterangan saksi apakah surat dakwaan cacat/kabur/batal demi hukum”ucap Welly Sompie.
Sompie heran atas sikap penyidik yang tidak menanyakan bantuan hukum bagi terdakwa saat ditangkap karena dikenakan pasal 368 ancaman lebih dari 5 tahun harus ada pendampingan hukum. Tetapi tiba-tiba ada surat menolak pendampingan hukum yang ditandatangani oleh terdakwa. “Dari keterangan terdakwa, dia sempat disodorkan menandatangani kertas kosong,” pungkasnya.
Sompie menyayangkan perlakuan yang dianggap tidak adil bagi terdakwa opa berusia 60 tahun yang mengalami strok ringan ini, sudah 3 bulan ditahan tapi dilarang untuk dibesuk keluarga.
Dikatakan Welly Sompie, semua harapan mereka dikembalikan kepada para majelis hakim untuk memutuskan.
Berita sebelumnya, pihak berwajib diduga melakukan kriminalisasi terhadap opa Kasim Harun yang ditangkap pada 29 juli 2021 atas tuduhan pungutan liar menagih uang parkir ditempatnya bekerja milik keluarga C.T. Sompotan tanpa surat penahanan. Bahkan, sempat disuruh penyidik menandatangani kertas kosong. Saat ditanyai Kasim Harun, kata penyidik dirinya sedang buru-buru untuk rapat.
Kasat Reskrim Polres Bitung, AKP Frelly Sumampouw saat dikonfirmasi Senin (30/8) menegaskan penangkapan Kasim itu berdasarkan aduan dari masyarakat.
“Sebab tidak mungkin polisi melakukan penangkapan tanpa aduan. Kami juga mengantongi bukti lengkap terkait penangkapan itu,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut Frelly menegaskan apa yang menjadi keberatan kasim saat proses penangkapan hingga menjalani wajib lapor nanti akan dicek faktanya seperti apa.
“Sebab kami memang harus melakukan cek fakta karena wajib ada perimbangan, jangan hanya mendengarkan informasi dari satu sumber saja,” tandasnya.
Berdasarkan informasi yang dirangkum, kompleks pasar Winenet Bitung aslinya ada di tanah milik Awondatu, lokasi pasar ikan kemudian pelan-pelan meluas ke area jalan 46 yang dilokasi tanah C.T. Sompotan.
Kemudian pemerintah lakukan pembebasan jalan 46 di area kompleks pasar Winenet tetapi baru melakukan pembayaran panjar kepada C.T. Sompotan sebesar 13 juta dari 50 juta pada tahun 1980.
Namun, karena pemerintah tak kunjung menyelesaikan ganti rugi pembebasan jalan maka keluarga mengambil alih dan menguasai pasar tersebut hingga diadakan hearing oleh DPRD Kota Bitung pada 28 Februari 2018 yang dipimpin Ketua Komisi A Viktor Tatanude, SH hasilnya, meminta Kota Bitung untuk menunjukan bukti kepemilikan terhadap lahan yang dipermasalahkan, Badan keuangan dan aset daerah harus berkoordinasi dengan pihak keluarga soal lahan dan meminta keluarga menempuh jalur hukum.
Bahkan Asisten Perdata dan tata negara Kejati Sulut Jurist S Sitepu, SH pada acara pemaparan masalah pemilikan lahan peruntukan jalan 46 sekitar area pasar Winenet kota Bitung pada 18 Februari 2020 dalam berita acara mengarahkan Pemkot Bitung harus mengacu pada RUTR apakah lahan tersebut peruntukan untuk jalan atau pasar. Oleh karena lahan tersebut diperuntukan sebagai “Jalan Provinsi” maka Pemkot Bitung harus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi Sulut terkait ganti rugi.
Saat ini, perkara Perdata lahan pasar Winenet dengan nomor perkara perdata no 115 pdt.g/2021/pn bit sementara berproses di Pengadilan Negeri Kota bitung.
(IS)