Daerah

Seminar Dalam Rangka Side Event W20, Sulut Tidak Ada Diskriminasi Terhadap Perempuan

MINUT,NyiurPOST.COM – Dalam rangka menyambut Side Event Woman 20 Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) 20 negara besar di dunia dan uni Europa di Likupang Kabupaten Minahasa utara Provinsi Sulawesi utara (Sulut) pada 14 -16 Februari 2022, panitia provinsi Sulut dan kelompok kerja Minut gelar seminar Nasional “Perempuan Hebat Sulut ” yang penting untuk diketahui, bertempat di JG centre jalan SBY Matungkas Minahasa utara, jumat (11/2/2022).

Dalam ulasan Pemateri dari 4 Narasumber Bodewyn Grey Talumewo, SS, Prof Dr Margaretha Liwoso, SU, Dr Jultje Aneke Ratu, SS. M. Mktg, Fendy Parengkuan, Dr Jeaneeth Rondonuwu Siby dituntun moderator Lidia Katuuk dan Dr Natalia Lengkong, SH. MH di Sulut tidak ada diskriminasi terhadap perempuan dan bagaimana peran perempuan hebat Sulut dari masa kemasa.

Dipaparkan pada seminar ini, diangkat melalui asal usul suku Minahasa dimana pemimpin pertama adalah perempuan yang bernama Karema dan tokoh sentral diantara Toar dan Lumumuut yang telah mengalami kesetaraan gender dan anak perempuan mereka Lingkan Bene yang dikenal sebagai perempuan kuat Minahasa.

“Ketika terjadi pertikaian antara cucu Toar Lumumuut, maka dibuatlah kongres di Watu Pinawetengan dengan kesepakatan diantaranya, egaliter, semua setara: tidak ada raja (yang dihormati dan dijunjung), lelaki dan perempuan sama derajat,”ucap Talumewo.

Selanjutnya keturunan Toar Lumumuut Pingkan Matindas yang berhasil menaklukkan hati raja Bolaangmongondow Mokoagow sehingga pecah perang Minahasa versus Mangondow pada abad ke 16. Lebih unik, kisah Molo Ratu Oki kepala kelompok Tausingin Tombatu yang dengan berani menolak dijadikan selir dan meminta jadi isteri raja Lolonda Mokoagow yang dituruti. Serta mendesak anaknya untuk menjadi putra mahkota yang akhirnya dituruti.

“Pendidikan dan nilai kesetaraan gender sudah ada sejak zaman Toar Lumimuut hingga pesan di Watu Pinawetengan. Namun, ketika masuk bangsa Eropa pada tahun 1523 dimulai dengan Portugis kemudian Spanyol dan Belanda pada abad 17, ada pergeseran nilai budaya. Posisi perempuan mulai menurun. Sehingga didirikan sekolah khusus laki-laki Hoofdenschool (Sekolah raja) pada tahun 1865. Menyeimbangi hal tersebut, pihak gereja membuka sekolah khusus perempuan Meisjesschool (Sekolah nona) di Tomohon pada 1 November 1881. Tercatat, dari lulusan Sekolah Nona ini Wilhelmina Jacomina Warokka (Mien) guru perempuan pribumi Minahasa pertama,”ulasnya.

Sepanjang sejarah Minahasa sejak masa kolonial Belanda, perempuan Minahasa banyak berprestasi di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan status pendidikian yang telah ada sejak masih kecil.

Perempuan-perempuan hebat dari Minahasa yang berprestasi di bidangnya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Wilhelmina J. Mien Warokka: guru perempuan pribumi pertama di Sekolah Nona (Meisjesschool) Tomohon,

2. Pahlawan Nasional RI Maria C.J. Walanda-Maramis: tokoh emansipasi perempuan di Indonesia Timur. Tanggal 2 Juli 1918 Maria Walanda-Maramis mendirikan Sekolah Rumah Tangga untuk Gadis-Gadis, yaitu Huishoud-School PIKAT yang masi aktif sampai saat ini, berusia 105 tahun.

3. Wulankajes R.W.M. Ratulangie: perempuan Indonesia pertama meraih Akte Klein-Ambtenaars Examens (ujian calon pegawai rendahan), kakak sulung Dr. SamRatulangi,

4. Wulan Ratulangie: perempuan Indonesia pertama yang dapat ijazah Hulpacte (akte guru), kakak ke-2 Dr. Sam Ratulangi, ketua Pucuk Pimpinan organisasi PIKAT,

5. Albertine J.H. Kandou: perempuan Indonesia pertama yang dapat Akte-examens Lagere Onderwijzer (ijazah ujian guru sekolah dasar), pemakalah Kongres Perempuan Indonesia pertama (asal usul Hari Ibu 22 Des 1928),

6. dr. Marie E. Thomas: dokter perempuan pertama Indonesia,

7. dr. Anna A. Warouw: dokter perempuan kedua Indonesia,

8. Dra. A.M. Tine Waworuntu: walikota perempuan pertama Manado/Indonesia,

9. Prof. Mr. Annie Abas-Manoppo: sarjana hukum perempuan pertama Indonesia, guru besar perempuan pertama Indonesia, Rektor Universitas Sumatera Utara.

Dikatakan, Prof Dr Margareta Liwoso Apa yang diistilahkan pengibuan perempuan Indonesia di era Orde Baru pada dasarnya tidak berbeda dengan ideologi, dan strategi yang dilakukan melalui wacana: Orde Lama, Kolonial dan Kristenisasi yang menempatkan posisi wanita untuk mensejahterakan keluarga, dan menjadi subordinat di samping pria. Tetapi, kembali sejarah telah membuktikan perempuan Minahasa bukanlah figur yang mau dijajah, melainkan benar-benar memanfaatkan kemampuan berkompetisi secara positif untuk menerobos setiap penghalang yang membatasi kemerdekaan mereka untuk berkarya.

Dr Jeaneeth Rondonuwu Siby mengulas peran Tokoh Maria Walanda Maramis. Wanita hebat punya visi yang hebat karena wanita harus memiliki pendidikan ketrampilan sebelum menikah agar mampu mendidik anak.

Sementara, Fendy Parengkuan menyampaikan, masa kolonial belanda perempuan bisa menduduki jabatan pemerintahan, peran Nona Pandean perempuan sangat luar biasa dan perempuan 17 tahun Stien Adam pada pidatonya dalam kongres pemuda indonesia pertama 30 April-2 Mei 1926 memperjuangkan emansipasi perempuan untuk masa depan perempuan.

Dengan suksesnya seminar ini, Ketua Panitia seminar perempuan hebat Sulut Dr Jopie Rori, SH. MH mengatakan, di Sulut bisa dibuktikan tidak ada diskriminasi terhadap perempuan sebelum merdeka dan sesudah merdeka.

Dikatakan Rori, Panitia berharap lewat seminar ini, melalui dinas P3A dalam rangka side event W20 KTT Likupang, memohon kepada panitia nasional dan peserta konfrensi jadikan Sulawesi utara sebagai pillot projeck tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan.

“Kami memohon kepada Panitia Nasional dan Peserta kongres untuk mendeklarasikan Sulut tidak ada diskriminasi terhadap perempuan melalui “Deklarasi Likupang” ucap Staf khusus Bupati Minahasa utara ini didampingi sekertaris panitia Hanny Tambani.

(IS)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button